Selasa, 10 Desember 2013

Mengenal Disleksia: Gangguan Kesulitan Membaca

Disleksia berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys yang berarti “sulit dalam …” dan lex yang berarti “berbicara”. Disleksia dimaksudkan sebagai suatu gangguan kemampuan yang berhubungan dengan kata atau simbol-simbol tulis. Disleksia pertama kali dikenalkan oleh Pringle Morgan pada tahun 1896. Ia menceritakan tentang seorang anak laki-laki berusia 14 tahun yang sangat pintar tetapi gagal dalam mengikuti pelajaran membaca dan menulis. Padahal anak itu sudah mendapat jam tambahan khusus untuk kedua mata pelajaran tersebut.
Anak yang menderita disleksia sering terpeleset dalam mengucapkan kata-kata sederhana, seperti gajah menjadi jagah. Kesalahan ini terjadi berulang kali dan permanen, artinya selalu salah. Mereka seringkali kacau dalam mengucapkan kata yang hanya sedikit berbeda susunan hurufnya, seperti “buku” dengan “duku”. Kesalahan tersebut sering pula diikuti dengan artikulasi suara, gagap, atau pembalikan konsep, seperti kacau dalam memahamai konsep atas-bawah, depan-belakang, dan sebagainya. Disleksia juga ditandai dengan kesulitan dalam menulis. Misalnya kacau antara huruf “d” dengan “b”, kata “pagar” ditulis “papar”.
Penyebab terjadinya disleksia, masih belum ditemukan secara pasti. Namun, banyak ahli berpendapat bahwa penyebab utama disleksia adalah gangguan fungsi otak. Sering terjadi pada belahan otak kiri maupun otak kanan. Penyebab gangguan otak tersebut antara lain kurangnya oksigen saat atau segera setelah lahir, kelahiran prematur, serta berat badan lahir rendah. Beberapa peneliti lain mengatakan bahwa penyebab disleksia adalah faktor keturunan (genetik).
Disleksia merupakan salah satu jenis kesulitan belajar yang spesifik. Karena disleksia terjadi pada anak normal yang tidak mengalami gangguan dalam fisik maupun psikisnya. Tingkat IQ penderita disleksia berada pada rata-rata, bahkan di atas rata-rata. Bila kesulitan membaca dan menulis terjadi dengan diriingi kesulitan dalam menerima pelajaran lain, hal itu bukan termasuk disleksia. Berdasarkan hasil penelitian kasus disleksia hampir 90% terjadi pada anak laki-laki.
Anak yang mengalami gangguan disleksia sebenarnya memiliki kemampuan yang menonjol dalam bidang lain. Namun, karena pola pendidikan di masyarakat kita masih menonjolkan kemampuan baca-tulis, akhirnya mereka tampak seperti orang bodoh. Jika hal ini tidak ditangani segera, akan sangat berdampak pada kemerosotan prestasi akademiknya. Tekanan dari orangtua, guru serta lingkungan agar anak bisa membaca dan menulis saat memasuki usia Sekolah Dasar akan sangat membuat anak tertekan. Untuk itu, baik orangtua atau pun guru harus memiliki kepekaan terhadap gangguan ini. Jika ditemukan adanya gangguan disleksia pada anak, perlu dilakukan penanganan sejak dini.
Pada anak usia pra-sekolah (4-5 tahun), disleksia ditandai dengan keterlambatan berbahasa atau tidak tampaknya bunyi dari suatu kata. Anak cenderung mengalami kesulitan bermain kata-kata yang berirama, kebingungan dalam menghadapi kata-kata yang mirip, serta mengalami kesulitan dalam belajar mengenal huruf.
Pada usia sekolah (mulai 6 tahun) biasanya keluhan berupa kurang tampil di sekolah, namun orangtua dan guru kurang menyadari bahwa anak tersebut sebenarnya mengalami kesulitan membaca. Biasanya anak akan terlihat lambat dalam berbicara, sulit belajar huruf di taman kanak-kanak, dan sulit belajar membaca di sekolah dasar. Anak tersebut akan semakin tertinggal dalam pelajaran, sedangkan guru dan orangtua merasa keheranan mengapa anak dengan kecerdasan yang baik mengalami kesulitan dalam membaca.
Kasus disleksia banyak ditemukan pada orang-orang terkenal. Salah satunya adalah Presiden AS George W. Bush, saat berkampanye dulu Bush berulang kali salah dalam mengucapkan beberapa kata seperti peacemaker (pencipta perdamaian) menjadi pacemaker (alat pacu jantung), ternyata dia pernah memiliki riwayat disleksia sebelum menjadi presiden. Tokoh lain seperti aktor Tom Cruise, penulis Agatha Christie, negarawan Lee Kuan Yew, serta aktris peraih piala Oscar Whoopi Goldberg, yang pernah mengalami drop-out dari SMAnya.
Hal ini menunjukkan, bahwa jika mendapatkan penanganan yang baik penderita disleksia juga bisa menjadi orang sukses. Karena gangguan yang terjadi pada dirinya hanyalah bagian kecil dari sekian banyak kemampuan lain yang dimilikinya. Peran orangtua dan guru sangat besar terutama dalam menumbuhkan rasa percaya diri dan membantunya menampilkan kemampuannya yang lain.
Kemampuan membaca dan menulis adalah kemampuan dasar, namun bukan berarti segala-galanya. Tekanan yang berlebih dari orangtua dan guru agar anak bisa membaca dan menulis tanpa memperhatikan adanya gangguan disleksia, dapat membuat anak frustasi. Salah satu hasil penelitian ABC News terhadap 94 remaja yang mengalami disleksia, dan 94 remaja yang tidak mengalaminya menunjukkan bahwa 19% dari kelompok penyandang disleksia pernah berpikir atau mencoba untuk bunuh diri.

Yang harus dilakukan saat ini oleh orangtua dan guru adalah mengenali gejala disleksia, siapa tahu itu terjadi pada anak atau murid anda. Setelah itu lakukan terapi khusus untuk mereka dalam rangka mereduksi kesulitan yang dialami. Kemudian tumbuhkanlah rasa percaya diri anak, dan bantu mereka untuk memunculkan potensi mereka yang lain, yang mungkin akan membuat mereka menjadi orang sukses. Banyak orang terkenal seperti Sir Winston Churchill, mantan perdana menteri Inggris, Sir Isaac Newton, penemu gaya tarik bumi, serta Albert Einstein, seorang ahli fisika yang dianggap anak bodoh sewaktu mereka kecil, namun kini dikenal banyak orang karena prestasinya. Wallahu alam bishshawwab.

#ODOPfor99days
#day97